Oleh: Suut Amdani*
Kekecewaan atau rasa tidak puas terhadap pelaksanaan demokrasi sejauh ini memperkuat dukungan terhadap gagasan calon independen.
Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada Senin 23 Juli lalu merupakan kabar bagus untuk kondisi demokrasi di Indonesia. Adalah sebuah langkah besar yang diambil oleh MK dengan memutuskan bolehnya calon independen dalam pemilihan kepala daerah. Boleh dikatakan bahwa dominasi partai politik dalam pencalonan pilkada selama ini akan berganti dengan era kebebasan, jika memang keputusan ini telah diperundangkan. Point pentingnya yaitu proses pendemokrasian pilkada dalam hal ini hak untuk memilih dan dipilih dapat terpenuhi.
Trobosan MK dengan putusan ini adalah sebagai kunci pembuka saja karena MK tidak mampu menembus Pasal 6A ayat (2) UUD 1945 tentang pencalonan melalui Parpol, kecuali pasal itu di ubah MPR dan tentunya akan banyak lagi sederet proses panjang untuk mewujudkan pencalonan independen. Betapa tidak keputusan ini baru dalam kajian yang dinyatakan layak secara konstitusi. Artinya butuh payung hukum yang jelas dalam Undang-undang belum lagi aturan persayaratan yang mengatur calon independen.
Dukungan
Kepusan MK sangat butuh dukungan dari banyak pihak. Seberapa besar sebenarnya dukungan terhadap putusan MK ini?
Lembaga Survei Indonesia (LSI) menyatakan untuk tingkat nasional sebanyak 80 persen masyarakat Indonesia setuju calon independen di tingka bupati, walikota, gubernur dan presiden, sedangkan 20 persen lainya menolak. Sementara Direktur Eksekutif LSI Saiful Munjani menyatakan survei dilakukan pada Juli 2007 terhadap 1.300 responden (Solopos 5 Juli).
Secara lebih khusus pendukung PAN, PKS, dan PD, cenderung lebih banyak yang positif terhadap gagasan calon independen. Ini bukan karena partai-partai itu sendiri tapi lebih karena latar belakang pendidikan dari pendukung partai-partai tersebut yang relatif lebih tinggi dibanding pendukung partai-partai lain (www.lsi.or.id).
Lantas bagaimana dengan pemerintah yang merupakan pemain estafet selanjutnya untuk beraksi dalam membawa gagasan pencalonan independen ini sampai finis atau menjadi UU. Tentunya butuh dukungan penuh, mengingat bahwa masih banyak yang akan dikerjakan untuk mengegolkan putusan MK ini menjadi UU.
Sejauh ini belum kelihatan siapa yang akan mengambil posisi untuk melancarkan usulan pencalonan independen ini. Artinya bola liar putusan MK masih terus bergelinding, agaknya semua pihak masih mempelajari ini, atau malah mencari posisi aman saja indikasinya masih sepinya statemen dari kepemerintahan ataupun parpol yang menyatakan setuju atau menolak.
Berita bagusnya keputusan MK sudah di blow up media secara besar-besaran, mau tidak mau pemerintah harus merespon secepat mungkin kalau tidak mau dianggap gagal dalam permasalahan ini. Karena pencalonan independen dianggap sebagai simbol demokrasi oleh publik, terlihat dari survei LSI mencapai 80 persen rakyat setuju artinya opini publik telah terbangun.
Tantangan ini sangat mebingungkan tentunya, siapa yang akan menyelesaikan ini bisa jadi dianggap pembela aspirasi rakyat, disisi lain aparatur pemerintahan adalah anggota parpol juga yang sangat terpengaruh dengan sikap parpol menanggapi pencalonan independen ini.
KPU
Komisi Pemilihan Umum adalah sebagai komisi yang bersifat independen arinya mampu untuk membuat peraturan untuk dirinya sendiri. Pencalonan independen sebenarnya mempunyai kesempatan di bahas disini namun bukan perkara gampang. Melihat sejarah KPU di pemilihan 2004 masih belum efektif nyatanya masih banyak permasalahan yang muncul pada pemilihan presiden tahun lalu.
Permasalahan internal KPU dan banyaknya komplai Parpol pada waktu iu menjadi presedent buruk. Ada baiknya jika KPU harus membenahi dirisendiri melalui fit and properties pada aparaturnya. Sedangkan berkiblat dari banyaknya komplai parpol pada waktu itu bagus kiranya untuk meminta perwakilan semua parpol yang ikut dalam pemilu untuk duduk menjadi bagian dari KPU sehingga persoalan yang muncul mengenai masalah antar parpol dapat segera dirampungkan.
Bersar harapan rakyat untuk merasakan aura kebebasan di negri ini, demokrasi yang murni tanpa kepentingan diri sendiri ataupun golongan. Rakyat untuk dibela, penghormatan hak-hak rakyat haruslah dipandang sebagai semangat kepemrintahan demi kehormatan dan martabat bangsa.
Siapapun nantinya yang akan merumuskan segala peraturan untuk pencalonan independen ini harus mengedepankan kepentingan banyak orang, jangan sampai peraturan yang muncul nantinya hanya “plintiran” belaka. Hirarki pengambilan dan keputusan sebenarnya sudah sangat bagus di indonesia, tinggal bagaimana pelaksanaanya. Kami sebagai rakyat hanya dapat mengingatkan kembali tentang mimpi indah demokrasi kerakyatan.
* Pengiat LPM Pabelan
Mahasisa Fak. Geografi
Universitas Muhammadiyah Surakarta